Selamat membaca :)
Daftar Isi
Malam Terakhir di Balikpapan
10 Juni 2022Lembaran sticky notes yang tertempel pada dinding kosan itu sudah tidak ada artinya lagi sekarang. Malam ini yang kesekian kalinya aku tidur lewat tengah malam.
Kupandangi sejenak dinding dekat meja belajar.
"Sleep early, wake up early".
Hanya beberapa potong kertas berwarna yang tidak berguna.
Ceritanya tidak terlalu panjang. Yang jelas aku susah tidur di perantauan.
Malam ini, semua urusan harus selesai. Mulai dari berkemas hingga membuat video cerita pengalaman magang di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Satu jam lamanya setting kamera. Tidak ada tripod, hanya ada beberapa botol minuman dan kaleng rokok. Aku pakai saja lah.
Pukul 00.00 WITA baru selesai merekam. Kurang lebih setengah jam aku berceloteh di depan kamera smartphone yang kualitas kameranya B aja. Kapan-kapan lah upgrade peralatan.
Urusan belum kelar, aku harus menyelesaikan pesta berkemas malam ini juga. Kenapa aku menyebutnya pesta, karena esok paginya bisa pulang ke rumah. Jujur lama-lama di sini makin nggak betah.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 01.20. Aku harus lekas tidur, besok pagi terbang pukul 07.00. Untung bisa cepat terlelap, meski menahan godaan makan tengah malam. Aku tidak tahu, kenapa selama tinggal di sini susah tidur dan perut keroncongan saat lewat tengah malam. Kalau sudah gitu, Go-Food solusinya.
Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan
Nama bandaranya cukup unik, SAMS Sepinggan. Rupanya kata SAMS merupakan akronim dari Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Lalu, nama Sepinggan adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Balikpapan Selatan, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.Pukul 06.45 WITA. Suasana bandara masih lengang, mentari pagi sepertinya masih malu-malu keluar. Langit pun tampak cukup gelap.
Mobil Maxim melesat melewati gerbang bandara, kita berdua turun membayar biaya perjalanan senilai 20k dan memberikan sedikit uang tip. Totalnya jadi 35k Rupiah.
Turun dari mobil, kita bergegas menyeret koper, menyusuri pintu masuk menuju bandara. Sekilas aku tengok ada pemandangan yang tidak biasa.
“Ada saja ya orang baik.” Ujar temanku.
Seorang pria yang hendak pergi dari bandara memberikan sebungkus makanan kepada wanita pegawai kebersihan di pintu masuk bandara.
“Iya ya!” Aku menjawab.
Temanku melanjutkan,”Panjang umur orang-orang baik!”
Aku mengaminkan dalam hati.
Omong-omong, ini adalah kali kedua aku naik pesawat, bersama rekan magangku Meirico. Pagi-pagi sekali kita harus datang ke bandara.
Sepertinya temanku itu tidak tidur semalaman, sedangkan aku masih bisa tidur 3-4 jam.
Suasana di dalam bandara masih sangat sepi. Kita langsung check-in ulang dan masuk ke tempat pemeriksaan barang.
Untungnya, satu hari sebelum keberangkatan aku sudah check-in via aplikasi sekaligus booking kursi dekat jendela. Jadi, tiba di bandara tinggal nunjukin tiket boarding pass, scan barang, dan pemeriksaan sebelum masuk gate.
“Sial, ternyata petugas bandara menemukan sesuatu yang mencurigakan di koperku”. Aku berucap dalam hati.
Petugas itu memintaku membuka koper dan mengeluarkan kotak kardus kecil. X-Ray ulang. Padahal aku sudah menjelaskan kalau isinya cuma peralatan praktik. Beberapa komponen elektronik dan obeng.
Nah, 2 obeng dan 1 tespen ini akhirnya yang menghambat kita. Pilih ditinggal di bandara atau dikembalikan ke koper, tapi kopernya ditaruh di bagasi pesawat. Dengan kata lain tidak boleh membawanya masuk ke dalam kabin.
Suasana di dalam bandara masih sangat sepi. Kita langsung check-in ulang dan masuk ke tempat pemeriksaan barang.
Untungnya, satu hari sebelum keberangkatan aku sudah check-in via aplikasi sekaligus booking kursi dekat jendela. Jadi, tiba di bandara tinggal nunjukin tiket boarding pass, scan barang, dan pemeriksaan sebelum masuk gate.
“Sial, ternyata petugas bandara menemukan sesuatu yang mencurigakan di koperku”. Aku berucap dalam hati.
Petugas itu memintaku membuka koper dan mengeluarkan kotak kardus kecil. X-Ray ulang. Padahal aku sudah menjelaskan kalau isinya cuma peralatan praktik. Beberapa komponen elektronik dan obeng.
Nah, 2 obeng dan 1 tespen ini akhirnya yang menghambat kita. Pilih ditinggal di bandara atau dikembalikan ke koper, tapi kopernya ditaruh di bagasi pesawat. Dengan kata lain tidak boleh membawanya masuk ke dalam kabin.
Karena tahu bakalan rumit dan lama kalau harus menaruh koper di bagasi, akhirnya aku ikhlaskan saja barang-barang itu.
Pemeriksaan berlangsung cepat, meski aku harus merelakan 3 barangku tertinggal di bandara. Sebelum menuju gate, rupanya kita salah membaca papan informasi (salah arah).
Saat kita duduk di dekat Gate 8, tempat pemeriksaan terakhir. Terjadi obrolan yang cukup singkat bersama Meirico, tapi mengena.
“Kelihatannya, pesawatnya sudah tua”. Celoteh Meirico.
Aku menoleh, memastikan. Iya warna cat luarnya sudah tampak kusam.
"Semoga aja kita nanti ndak mati ya!"
“Eh jangan sembarang bicara!” Aku membalas spontan.
Pukul 6.30 WITA, suasana gate bandara yang semula lengang mendadak ramai oleh penumpang.
Temanku melanjutkan bicaranya,
"Nanti kalau ada malaikat bertanya, kamu tadi Sholat Subuh tidak? Terus meminta untuk melafalkan do'a qunut!"
"Wah, nggak hafal. Gimana dong?" Imbuhnya.
Aku tertawa pelan. Kemudian terdiam.
Ia berhasil membuatku ketakutan untuk yang kedua kalinya. Bukan takut karena perjalanan pesawat ini, melainkan bekal amal yang tidak seberapa.
Kawan yang baru kukenal selama 1 bulan ini membuka browser, mencari do'a perjalanan naik pesawat. Memohon perlindungan dan keselamatan.
Aku pun membaca do’a perjalanan. Bismillahhi tawakkaltu 'alallah…
***
Penerbangan pagi ini sepertinya cukup sepi, banyak kursi kosong tak terisi. Di sampingku saja masih ada 1 slot yang kosong.
Pukul 07.00 WITA. Pesawat yang kita tumpangi bersiap-siap untuk take-off. Dalam beberapa detik pesawat sudah berhasil meluncur dengan mulus meninggalkan landasan.
Pagi ini bersyukur benget cuaca cerah dan bisa duduk di window seat. Ini merupakan pemandangan paling indah yang pernah kulihat saat di atas awan. Di bawah sana hamparan air asin membentang luas, banyak nelayan yang sepertinya melaut untuk mencari ikan.
Naik lebih tinggi lagi, yang aku lihat hanya gumpalan awan putih dan siraman cahaya matahari dari arah samping belakang. Ini momen spesial banget. Baru kali ini bisa melihat keindahan awan ciptaan Tuhan langsung dari langit.
Berhubung kebelet buang air, aku sempat masuk ke toilet pesawat Lion Air. Toilet di pesawat sangat-sangat sempit, ukurannya tidak lebih dari 1 meter x 1 meter. Di dalamnya cuma ada kaca, tempat cuci tangan, closet, selang air, dan tombol FLUSH. Kamu hanya bisa BAB dan BAK di situ. Tidak bisa untuk mandi.
Sekembalinya dari toilet, lampu tanda kenakan sabuk pengaman menyala. Terdengar rekaman suara mbak-mbak pramugari yang meminta kembali ke tempat duduk dan memasang sabuk. Kali ini kita memasuki cuaca buruk. Awan yang semula putih cerah dengan langit biru menawan mendadak gelap keabu-abuan.
Alhamdulillah, tidak lama kemudian cuaca kembali membaik.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan selain berharap tiba dengan selamat.
Di sela-sela penerbangan aku sempatkan untuk membaca novel. Buku itu berjudul "Pulang-Pergi", karya Tere Liye. Hanya novel ringan. Tapi bisalah untuk mengatasi kebosanan dan kecemasan.
Pemeriksaan berlangsung cepat, meski aku harus merelakan 3 barangku tertinggal di bandara. Sebelum menuju gate, rupanya kita salah membaca papan informasi (salah arah).
Saat kita duduk di dekat Gate 8, tempat pemeriksaan terakhir. Terjadi obrolan yang cukup singkat bersama Meirico, tapi mengena.
“Kelihatannya, pesawatnya sudah tua”. Celoteh Meirico.
Aku menoleh, memastikan. Iya warna cat luarnya sudah tampak kusam.
"Semoga aja kita nanti ndak mati ya!"
“Eh jangan sembarang bicara!” Aku membalas spontan.
Pukul 6.30 WITA, suasana gate bandara yang semula lengang mendadak ramai oleh penumpang.
Temanku melanjutkan bicaranya,
"Nanti kalau ada malaikat bertanya, kamu tadi Sholat Subuh tidak? Terus meminta untuk melafalkan do'a qunut!"
"Wah, nggak hafal. Gimana dong?" Imbuhnya.
Aku tertawa pelan. Kemudian terdiam.
Ia berhasil membuatku ketakutan untuk yang kedua kalinya. Bukan takut karena perjalanan pesawat ini, melainkan bekal amal yang tidak seberapa.
Kawan yang baru kukenal selama 1 bulan ini membuka browser, mencari do'a perjalanan naik pesawat. Memohon perlindungan dan keselamatan.
Aku pun membaca do’a perjalanan. Bismillahhi tawakkaltu 'alallah…
***
Penerbangan pagi ini sepertinya cukup sepi, banyak kursi kosong tak terisi. Di sampingku saja masih ada 1 slot yang kosong.
Pukul 07.00 WITA. Pesawat yang kita tumpangi bersiap-siap untuk take-off. Dalam beberapa detik pesawat sudah berhasil meluncur dengan mulus meninggalkan landasan.
Pagi ini bersyukur benget cuaca cerah dan bisa duduk di window seat. Ini merupakan pemandangan paling indah yang pernah kulihat saat di atas awan. Di bawah sana hamparan air asin membentang luas, banyak nelayan yang sepertinya melaut untuk mencari ikan.
Naik lebih tinggi lagi, yang aku lihat hanya gumpalan awan putih dan siraman cahaya matahari dari arah samping belakang. Ini momen spesial banget. Baru kali ini bisa melihat keindahan awan ciptaan Tuhan langsung dari langit.
Berhubung kebelet buang air, aku sempat masuk ke toilet pesawat Lion Air. Toilet di pesawat sangat-sangat sempit, ukurannya tidak lebih dari 1 meter x 1 meter. Di dalamnya cuma ada kaca, tempat cuci tangan, closet, selang air, dan tombol FLUSH. Kamu hanya bisa BAB dan BAK di situ. Tidak bisa untuk mandi.
Sekembalinya dari toilet, lampu tanda kenakan sabuk pengaman menyala. Terdengar rekaman suara mbak-mbak pramugari yang meminta kembali ke tempat duduk dan memasang sabuk. Kali ini kita memasuki cuaca buruk. Awan yang semula putih cerah dengan langit biru menawan mendadak gelap keabu-abuan.
Alhamdulillah, tidak lama kemudian cuaca kembali membaik.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan selain berharap tiba dengan selamat.
Di sela-sela penerbangan aku sempatkan untuk membaca novel. Buku itu berjudul "Pulang-Pergi", karya Tere Liye. Hanya novel ringan. Tapi bisalah untuk mengatasi kebosanan dan kecemasan.
Bandara Ahmad Yani Semarang
Pukul 07.35 WIB, kita sudah tiba di bandara Ahmad Yani, Semarang. Wow, ini cepat sekali. Keluar dari bandara, kita harus melanjutkan perjalanan.Sebelumnya kita berhenti sebentar, Meirico mau mengambil uang di ATM. Aku menunggu di dekatnya. Lama sekali aku menunggu, ternyata uang yang ingin dia tarik tidak bisa keluar dari mesin ATM.
Setelah cek mutasi di aplikasi BRIMO pun ada catatan pengeluaran senilai -700k. Tapi uangnya benar-benar tidak bisa keluar. Tambah lagi masalahnya.
Kita tidak bisa lama-lama di sini, ia harus mengejar tiket kereta yang sebentar lagi berangkat.
Nanti ia akan mengajukan komplain kepada layanan pengaduan. Semoga saja uangnya bisa kembali.
Kita melanjutkan perjalanan dengan naik Trans Semarang. Kendaraan ini hanyalah bus biasa untuk keluar dari bandara. Bayar 7 ribu. Kita turun tak jauh dari bandara, kemudian naik Grab Car.
Itu pun karena bapak-bapak di area situ ngotot banget ngajak kita naik mobil Grab yang mungkin koleganya.
Saat di mobil, terjadi tawar menawar yang cukup sengit. Karena kita tidak memakai aplikasi untuk memesan, penentuan biaya antar pun agak rumit.
Meirico bayar 30k, turun di Stasiun Poncol. Aku bayar 50k, turun di agen travel. Jadi total 80k, tidak bisa ditawar. Padahal cuma nawar jadi 70k. Benar-benar bapak itu ya.
Perjalanan kita berdua harus berpisah di Stasiun Poncol, temanku akan naik kereta dan turun di Kota Tegal.
Aku ikut keluar mobil dan membantu menurunkan kopernya.
"Kala ada kesempatan, main ke Kota Tegal ya!" Ia menjabat tanganku erat-erat. Aku mengangguk.
Perjalanan berlanjut dengan menaiki mobil travel. Cuma membayar 80k, bersama barang-barang hantaran, seorang wanita muda dan ibu beserta anaknya usia 3 tahun-an.
“Wah pinter, adik tidak rewel di mobil”. Ibu itu menyanjung anaknya. Sepertinya sayang sekali dengan putranya.
Sesekali ibu itu bertanya tentangku, mau turun di mana? Aku menjawab singkat.
Beberapa kali ibu itu juga mengajak bicara pak supir. Dengan logat Boyolali-nya yang kental. Yap, aku mengenali logat itu dengan baik lewat teman kerja dulu.
Omong-omong, tenagaku cukup terkuras sejak beberapa jam yang lalu. Ditambah kurang tidur dan lidah sariawan. Aku sudah tidak berselera untuk banyak mengobrol. Jadi kuputuskan untuk diam dan melanjutkan tidur di atas mobil travel.
Alhamdulillah... Kurang lebih perjalanan 3 jam, akhirnya sampai juga tiba di kota kelahiran dengan selamat.